Riwayat Mochtar Kusumaatmadja yang tersebut dianugerahi Pahlawan Nasional

DKI Jakarta – Presiden RI Prabowo Subianto baru sekadar menganugerahi penghargaan Pahlawan Nasional untuk sepuluhan tokoh pada peringatan keras Hari Pahlawan 2025 dalam Istana Negara, Jakarta, Senin.
Penganugerahan yang disebutkan berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesi (Keppres) Nomor 116/TK/Tahun 2025 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional.
Di antara 10 nama tersebut, salah satunya ialah almarhum Mochtar Kusumaatmadja yang digunakan mendapat penghargaan Pahlawan Nasional pada Lingkup Perjuangan Hukum dan juga Politik.
Mochtar Kusumaatmadja merupakan individu ahli hukum internasional serta diplomat yang pernah menjabat sebagai mantan Menteri Luar Negeri juga Menteri Kehakiman pada era Orde Baru.
Pria berdarah Sunda itu lahir di DKI Jakarta pada 17 April 1929 dari pasangan Taslim Kusumaatmadja, orang apoteker ternama jika Tasikmalaya, juga Sulmi Soerawisastra, orang guru sekolah dasar pada masa pemerintahan Hindia Belanda yang tersebut berasal dari Kuningan, Jawa Barat.
Berbekal keistimewaan yang digunakan dimiliki keluarganya tersebut, Mochtar dapat mengenyam bangku lembaga pendidikan pada Ibukota serta Cirebon, mengikuti keluarganya yang mana kerap berpindah-pindah tempat tinggal.
Mochtar lulus Meester in de Rechten (Sarjana Hukum) dari Fakultas Hukum juga Pengetahuan Pengetahuan Kemasyarakatan Universitas Nusantara (UI) pada tahun 1955 dengan spesialisasi hukum internasional.
Pada 1956, ia kemudian berkesempatan melanjutkan lembaga pendidikan masternya pada bidang hukum ke Universitas Yale, Amerika Serikat (AS), kemudian berhasil meraih penghargaan ‘Master of Laws’ (LL.M.).
Sekembalinya ke Tanah Air, ia diminta pemerintah untuk mengembangkan konsep negara kepulauan yang mana dideklarasikan oleh Utama Menteri Djuanda sebagai Deklarasi Djuanda pada tahun 1957.
Mochtar kemudian juga sempat mengajar sebagai dosen pada Fakultas Hukum, Universitas Padjadjaran (Unpad). Di kampus itu pula, ia berhasil meraih penghargaan doktor ilmu hukum pada tahun 1962.
Akibat kritiknya yang tersebut tajam terhadap pemerintahan Orde Lama, Presiden Soekarno kala itu mencabut peringkat doktornya. Namun, hal yang dimaksud tak menyurutkan semangat Mochtar di menimba ilmu sebab ia kemudian melanjutkan pendidikannya ke AS.
Dalam kurun waktu 1964-1966, Mochtar kemudian melanjutkan pendidikannya di dalam Universitas Harvard serta Universitas Chicago. Adapun peringkat profesornya ia raih dari Unpad pada 1970.
Sebelum duduk sebagai menteri dalam kabinet pemerintahan Orde Baru, Mochtar beberapa periode menjabat sebagai Dekan Fakultas Hukum Unpad pada medio 1960-1970. Ia kemudian menjabat sebagai Rektor Unpad pada 1973 selama satu tahun.
Mochtar kemudian dipercaya untuk menjabat sebagai Menteri Kehakiman Kabinet Pembangunan II pada tahun 1974-1978, berikutnya menjabat sebagai Menteri Luar Negeri selama dua periode pada Kabinet Pembangunan III juga IV sejak 1978 hingga 1988.
Selama menjabat sebagai Menlu, ia bergerak memperjuangkan konsep Wawasan Nusantara atau negara kepulauan (archipelagic states) sehingga ia ditahbiskan sebagai Bapak Hukum Laut Indonesia.
Gagasan itu berhasil ia perjuangkan hingga akhirnya berhasil diakui di Konvensi Hukum Laut atau the United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) tahun 1982 oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Ia dikenal pula sebagai sosok yang dimaksud mencetuskan diplomasi budaya Tanah Air dalam luar negeri guna membina pemahaman komunitas internasional mengenai Indonesia.
Dalam hal penyelesaian konflik, ia membuka jalan bagi proses perdamaian pada konflik antara Vietnam kemudian Kamboja yang mana berhasil melahirkan Paris Peace Agreement sehingga memberikan perdamaian lalu stabilitas ke kawasan Asia Tenggara.
Selepas menjabat sebagai Menlu, Mochtar masih terlibat di dalam banyak forum internasional, di dalam antaranya sebagai anggota International Law Commission PBB yang digunakan bertugas merumuskan norma-norma pada hukum internasional, hingga berubah jadi Ketua Komisi Perbatasan Iraq lalu Kuwait.
Pria yang mana gemar bermain catur itu juga masih berpartisipasi mengajar dalam Unpad hingga usianya pensiun pada 1999. Semasa hidupnya, ia juga mendirikan kantor firma Mochtar, Karuwin, Komar (MKK), yang tersebut menjadi kantor firma hukum pertama pada Negara Indonesia yang mana memperkerjakan pengacara asing.
Mochtar menghembuskan napas pada usia 92 tahun pada tahun 2021 ke Jakarta. Ia kemudian dimakamkan ke Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Ia meninggalkan tiga warga anak dari hasil pernikahannya dengan Siti Chadidjah yakni, Armida Salsiah Alisjahbana, Emir Kusumaatmadja, serta Rachmat Askari Kusumaatmadja.
Atas penghargaan serta dedikasinya, Gedung Perpustakaan Hukum Unpad diberi nama Mochtar Kusumaatmadja pada tahun 2009. Namanya juga harum di dalam Jawa Barat, dengan namanya yang mana dijadikan sebagai ganti dari nama Jalan Layang dalam Pasopati Bandung pada tahun 2023.
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk Kecerdasan Buatan di platform web ini tanpa izin tercatat dari Kantor Berita ANTARA.



