Ramai-ramai Pemain Naturalisasi Hijrah ke Super League, Tak Mampu Bersaing pada Klub Eropa?

Super League 2025/2026 semakin padat dengan penampilan para pemain keturunan yang dimaksud meningkatkan kekuatan Timnas Indonesia . Lima nama sekaligus resmi merapat ke klub-klub elit tanah air setelahnya sebelumnya berkarier di tempat luar negeri.
Fenomena ini menyebabkan pertanyaan: apakah kepindahan ini murni langkah strategis, atau justru tanda bahwa dia mulai kesulitan bersaing di dalam level Eropa?
1. Jordi Amat: Pulang Setelah Malang Melintang di area Asia

Bek senior Timnas Indonesia, Jordi Amat, memutuskan meninggalkan Johor Darul Takzim (JDT) juga bergabung dengan Persija Jakarta. Kehadirannya disambut positif, apalagi pengalamannya diyakini dapat menjadi fondasi kuat lini belakang Macan Kemayoran. Namun, di dalam balik itu, kepindahan Jordi juga menegaskan bahwa pemain 33 tahun ini mulai menghentikan lembaran kompetisi elit Asia dan juga memilih pulang ke tanah air.
2. Jens Raven: Masih Muda, Tapi Langsung Hijrah

Berbeda dengan Jordi, Jens Raven datang ke Indonesia dalam usia 19 tahun pasca meninggalkan Dordrecht U-21. Ia secara langsung debut dengan Bali United walaupun belum mencetak gol. Langkah ini bisa saja dibaca sebagai jalan pintas untuk menit bermain reguler, tapi juga memunculkan kritik: apakah Raven terlalu cepat menyerah mengejar karier di dalam Eropa?
3. Rafael Struick: Dari Australia ke Banten Warriors

Rafael Struick, yang mana sebelumnya membela Brisbane Roar, pada saat ini menguatkan Dewa United. Netizen menjulukinya El Klemer serta berharap ia bisa saja mengangkat pasukan dari papan bawah. Namun, kenyataan pahit menghantam sejak awal: Dewa United kalah dua kali beruntun. Pilihan Struick meninggalkan Australia bisa saja dilihat sebagai tantangan baru, tapi juga tanda bahwa jalan pada luar negeri tak lagi mulus.
4. Thom Haye: “The Profesor” yang mana Pilih Persib

Thom Haye, salah satu nama besar di tempat skuad Garuda, juga memilih pulang kampung. Setelah Almere City terdegradasi ke kasta kedua Belanda, ia secara langsung menerima tawaran Persib Bandung. Popularitas kemudian daya tarik Persib jelas menjadi magnet, tapi kebijakan ini juga menggarisbawahi sulitnya pemain warga negara yang tinggal di luar negeri menjaga eksistensi di dalam kompetisi top Eropa.
5. Eliano Reijnders: Perpisahan Haru dengan PEC Zwolle

Kasus sejenis terlihat pada Eliano Reijnders. Setelah lebih banyak dari 100 penampilan sama-sama PEC Zwolle, ia memutuskan melakukan penutupan lembaran panjang di dalam Belanda serta mengesahkan kontrak dua tahun dengan Persib. Dalam perpisahannya, Eliano mengaku bangga berhadapan dengan kontribusinya di dalam Zwolle, namun langkah hijrah ini menegaskan tren serupa: pemain keturunan lebih banyak memilih “kepastian” di tempat Indonesia ketimbang terus berjuang menembus level menghadapi Eropa.
Gelombang kepindahan ini jelas meningkatkan kekuatan kualitas Super League sekaligus memberi keuntungan bagi Timnas Indonesia yang ingin para pemainnya tampil reguler. Namun, dari kacamata kritis, tren ini juga dapat dibaca sebagai alarm: apakah benar peserta masyarakat migran Indonesia tidaklah cukup kuat bersaing di dalam kompetisi luar negeri, sehingga memilih jalur lebih besar aman di tempat tanah air?