Paradoks Pembangunan IKN serta Luka Sosial ‘Prostitusi’

Syaifudin
Dosen Sosiologi Fakultas Bidang Studi Sosial lalu Hukum Universitas Negeri DKI Jakarta (FISH UNJ)
Di balik gegap gempita perkembangan Ibu Pusat Kota Nusantara (IKN), bertambah bayang-bayang kelam juga ironi. Pembangunan IKN sebagai rencana pusat pemerintahan baru Indonesia yang mana mulai dibangun sejak masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo, menjadi proyek monumental yang mengusung semangat perubahan fundamental juga modernisasi. Namun, di dalam balik euforia konstruksi tersebut, muncul realitas sosial yang tidaklah dapat diabaikan.
Bukan belaka persoalan ekologis semata, tetapi maraknya tubuh-tubuh perempuan dijadikan komoditas pada operasi sunyi yang mana lahir dari ketimpangan kemudian potret luka sosial yang digunakan ditorehkan oleh pembangunan yang dimaksud belum sepenuhnya manusiawi dan juga berkeadilan.
Fenomena prostitusi di area IKN, tidak ada tercatat pada blueprint pembangunan lalu tidaklah masuk di laporan resmi perkembangan fisik bangunan, tapi keberadaannya terasa nyata juga pekat. Fenomena ini tidak ada berdiri sendiri, melainkan hasil dari proses sosial, ekonomi, lalu budaya yang tersebut saling terkait.
Fenomena ini terus merebak seiring laju alat berat, substansi bangunan, serta kedatangan ribuan manusia dari berbagai penjuru negeri di dalam tanah yang mana digadang-gadang sebagai simbol masa depan Indonesia oleh inisiatornya.
Dalam perspektif sosiologi, prostitusi dipahami tidak sekadar sebagai persoalan moral atau penyimpangan individu, tetapi sebagai fenomena sosial yang mana kompleks, yang mana dapat dianalisis melalui berbagai perspektif teoritis.