Blog

Plastik Sudah Tembus Sampai Langit Jakarta, Kok Bisa?

Jakarta – Air hujan ke DKI Jakarta ternyata mengandung partikel mikroplastik. Hal ini adalah hasil penelitian Badan Investigasi lalu Inovasi Nasional (BRIN) dimana isi partikel mikroplastik yang dimaksud sangat berbahaya ini berasal dari aktivitas manusia di perkotaan.

Temuan ini berubah menjadi peringatan keras bahwa polusi plastik pada masa kini tidaklah semata-mata mencemari tanah lalu laut, tetapi juga atmosfer. Peneliti BRIN Muhammad Reza Cordova menjelaskan bahwa penelitian yang tersebut direalisasikan sejak 2022 menunjukkan adanya mikroplastik di setiap sampel air hujan ke ibu kota. Partikel-partikel plastik mikroskopis yang dimaksud terbentuk dari degradasi limbah plastik yang digunakan melayang pada udara akibat aktivitas manusia.

“Mikroplastik ini berasal dari serat sintetis pakaian, debu kendaraan juga ban, sisa pembakaran sampah plastik, dan juga degradasi plastik di ruang terbuka,” jelas Reza di pernyataan tertulisnya, Akhir Pekan (26/10/2025).

Reza menjelaskan, mikroplastik yang digunakan ditemukan umumnya berbentuk serat sintetis dan juga fragmen kecil plastik, khususnya polimer seperti poliester, nilon, polietilena, polipropilena, hingga polibutadiena dari ban kendaraan. Rata-rata, peneliti menemukan sekitar 15 partikel mikroplastik per meter persegi per hari pada sampel hujan dalam kawasan pesisir Jakarta.

Sejumlah kendaraan bermotor melintas ketika hujan deras melanda kawasan Blok A, DKI Jakarta Selatan, (16/9/2025). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)Foto: Sejumlah kendaraan bermotor melintas pada waktu hujan deras melanda kawasan Blok A, Ibukota Selatan, (16/9/2025). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Sejumlah kendaraan bermotor melintas ketika hujan deras melanda kawasan Blok A, Ibukota Selatan, (16/9/2025). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Menurut Reza, fenomena ini muncul oleh sebab itu siklus plastik sekarang sudah menjangkau atmosfer. Mikroplastik dapat terangkat ke udara melalui debu jalanan, asap pembakaran, kemudian aktivitas industri, kemudian terbawa angin serta turun kembali sama-sama hujan. Proses ini dikenal dengan istilah atmospheric microplastic deposition.

“Siklus plastik tiada berhenti di laut. Ia naik ke langit, berkeliling bersatu angin, tak lama kemudian turun lagi ke bumi lewat hujan,” ujarnya.

Temuan ini memunculkan perasaan khawatir akibat partikel mikroplastik berukuran sangat kecil, bahkan lebih besar halus dari debu biasa, sehingga dapat terhirup manusia atau masuk ke tubuh melalui air lalu makanan.

Plastik juga mengandung substansi aditif beracun seperti ftalat, bisfenol A (BPA), serta logam berat yang tersebut dapat lepas ke lingkungan di mana terurai berubah jadi partikel mikro atau nano. Di udara, partikel ini juga bisa saja mengikat polutan lain seperti hidrokarbon aromatik dari asap kendaraan.

“Yang beracun bukanlah air hujannya, tetapi partikel mikroplastik ke dalamnya akibat mengandung material kimia aditif atau mengakomodasi polutan lain,” tegas Reza.

Related Articles

Back to top button