Hanya 1% Korporasi Melek AI, tapi Ancaman Siber Makin Gila! IWA 2025 Jadi Alarm Bangun Tidur

JAKARTA – Di sedang gelombang revolusi kecerdasan buatan (AI) yang tersebut mengubah wajah teknologi global, ironi pahit justru menghantam jantung keamanan siber Indonesia. Website web kebanggaan penanganan pandemi, PeduliLindungi.id, yang mana dulunya menjadi benteng pelindung data kebugaran masyarakat, tercoreng oleh invasi konten judi online.
Insiden ini, seolah menjadi tamparan keras pada berada dalam optimisme era digital, sekaligus mengangkat pertanyaan besar: bagaimana peran Teknologi AI pada menghadapi ancaman peretasan kemudian maraknya judi online yang digunakan kian mengganas?
Peristiwa peretasan PeduliLindungi yang dimaksud disusupi konten judi online adalah cerminan nyata betapa rentannya ruang digital kita. Di pada waktu yang mana sama, laporan terbaru McKinsey 2025 menunjukkan kesenjangan besar di adopsi Kecerdasan Buatan di tempat kalangan perusahaan.
Indra Hartawan, VP & Country Manager Exabytes Indonesia, menyampaikan betapa vitalnya peran pengembang web. “Web developer memegang peran krusial di menjaga ruang digital agar tetap memperlihatkan aman juga konstruktif,” kata beliau di tempat acara Indonesia Website Awards (IWA) 2025.
“Di berada dalam meningkatnya tindakan hukum peretasan situs yang dimaksud disalahgunakan untuk judi online, para developer pada Indonesia menunjukkan kemampuan beradaptasi yang tersebut luar biasa. Mereka mulai memanfaatkan teknologi Artificial Intelligence untuk meningkatkan produktivitas—mulai deteksi kesalahan kode, pembuatan konten lebih besar cepat dengan generative AI, hingga pengujian keamanan dengan deteksi dan juga pencegahan serangan siber secara otomatis,” ungkap Indra.
Ini menegaskan bahwa Artificial Intelligence bukanlah hanya sekali tentang efisiensi, tetapi juga perisai pada menghadapi ancaman siber.
Namun, pada berada dalam gelombang Teknologi AI yang digunakan memukau, sebuah pengingat penting datang dari Peter Kambey, juri IWA 2024. “AI bukanlah pilot utama. Manusialah yang tersebut harus tetap memperlihatkan memegang kendali. Teknologi AI adalah co-pilot—alat bantu, bukanlah pengganti. Kendali kreativitas, intuisi, juga tindakan strategis tetap memperlihatkan harus pada tangan kita,” tegasnya.