Di Balik Panggung Akselerator Lintasarta, Tiga Startup Merintis Jalan Menuju Kedaulatan Kecerdasan Buatan Indonesia

JAKARTA – Di sebuah aula pada Menara Arcadia, Jakarta, udara terasa penuh sesak oleh sesuatu yang digunakan lebih banyak dari sekadar keramaian. Ada getaran antisipasi, campuran antara kegugupan lalu ambisi yang dimaksud membara.
Di ruangan itu, berkumpul 50 pendiri startup lokal, wajah-wajah terpilih yang digunakan berhasil menembus seleksi ketat. Mereka adalah angkatan pertama dari Semesta Kecerdasan Buatan 2025, inisiatif yang digadang-gadang bukanlah sekadar akselerator industri biasa, melainkan sebuah pengumuman kemerdekaan teknologi bagi Indonesia.

Di melawan panggung, Bayu Hanantasena, President Director & ketua eksekutif Lintasarta, berbicara dengan nada yang tersebut tegas namun penuh optimisme. Lintasarta, di area bawah naungan Indosat Ooredoo Hutchison, sekarang memposisikan diri sebagai “AI Factory” atau Pabrik Kecerdasan Buatan. Hal ini adalah langkah berani yang mengubah perusahaan dari penyedia layanan menjadi produsen inovasi.
“Lintasarta sebagai Teknologi AI Factory di dalam bawah Indosat Ooredoo Hutchison menjalankan peran strategis pada menghadirkan Pergerakan Kecerdasan Buatan Merdeka,” ungkap Bayu. Kata-kata “Gerakan Teknologi AI Merdeka” menggema di area seluruh ruangan, memberikan bobot nasionalisme pada sebuah inisiatif teknologi.
Visi besar ini segera diterjemahkan ke pada angka-angka konkret. Dari 50 startup yang hadir, 20 yang digunakan terbaik melaju ke fase pilot project, kesempatan langka untuk menguji kemudian memvalidasi solusi mereka secara langsung dengan jaringan klien Lintasarta yang digunakan luas.
Dengan membina talenta-talenta Teknologi AI terbaik, Lintasarta sedang menginvestasikan benih untuk ekosistem masa depannya. Startup-startup ini akan menciptakan solusi relevan dengan lingkungan ekonomi Indonesia, dan juga Lintasarta, sebagai “AI Factory,” akan menyediakan infrastruktur, platform, lalu akses pasar. Ini adalah adalah siklus yang tersebut saling menguntungkan: Lintasarta berinvestasi pada inovator lokal, kemudian para inovator ini pada gilirannya akan menguatkan sikap Lintasarta sebagai pusat gravitasi lingkungan Artificial Intelligence nasional.
Tiga Inovator, Tiga Medan Perang
Di antara 50 startup yang tersebut terpilih, tiga pada antaranya merepresentasikan spektrum luas dari kemungkinan Teknologi AI untuk memecahkan masalah-masalah paling mendesak pada Indonesia.
Mereka adalah para inovator pada garis depan, masing-masing bertarung di dalam medan peperangan berbeda: efisiensi rekrutmen, objektivitas penilaian talenta, kemudian revolusi kemampuan fisik perempuan. Kisah dia adalah jendela untuk meninjau bagaimana kode dan juga algoritma dapat diubah menjadi solusi nyata yang menyentuh hidup manusia.
Mohammad Ikhsan & SQOUTS: Perang Melawan Waktu yang digunakan Terbuang

Mohammad Ikhsan, pimpinan SQOUTS (wawancara.ai), mengawasi sebuah inefisiensi masif pada dunia korporat: proses rekrutmen lambat, mahal, serta sarat akan bias manusiawi. Medan perangnya adalah tumpukan CV yang digunakan tak terbaca lalu jadwal wawancara yang digunakan memakan waktu berbulan-bulan. Senjatanya adalah Artificial Intelligence yang dimaksud mampu bekerja tanpa lelah.
“Di wawancara.ai, kami mengamati Kecerdasan Buatan dapat membantu di proses rekrutmen dan juga asesmen,” jelas Ikhsan untuk SindoNews lewat surel. “Misalnya, Kecerdasan Buatan Interviewer kami memungkinkan perusahaan melakukan ribuan wawancara dan juga asesmen kandidat di satu hari, sesuatu yang dimaksud sebelumnya dapat memakan waktu berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan.”
SQOUTS menggunakan Natural Language Processing—kemampuan komputer untuk memahami percakapan manusia—untuk menganalisis jawaban kandidat. Teknologi ini dipadukan dengan Computer Vision, yang digunakan mengajarkan mesin untuk “membaca” ekspresi wajah dan juga bahasa tubuh. Semua data diolah untuk memberikan insight objektif terhadap regu HR, mengubah proses subjektif menjadi kebijakan berbasis data.