Air Minum Kemasan Pertama RI Berasal dari Air Tanah, Ini adalah Mereknya

Jakarta – Siapa sangka, hasil Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) pertama dalam Nusantara mengambil sumber air dari di tanah, tepatnya dari sumur artesis. Layanan yang disebutkan adalah Hygiea, yang tersebut eksis pada tahun 1900-an di Tanah Air (dulu Hindia Belanda).
Kemunculan Hygeia tak terlepas dari sulitnya warga Eropa serta pribumi mengakses air bersih. Selama ini, mereka itu mengandalkan air rebusan untuk memverifikasi air aman dari penyakit. Namun, praktik ini dinilai tak efisien oleh sebab itu menghabiskan sejumlah waktu juga material bakar.
Di sedang keadaan tersebut, muncul sosok Hendrik Freerk Tillema. Bule Belanda yang tersebut meniti karier sebagai apoteker dalam Semarang ini memahami pentingnya sanitasi kemudian air layak minum. Melihat belum ada pihak yang tersebut memproduksi AMDK, ia menafsirkan potensi usaha ini amat menjanjikan.
Pada 1901, Tillema mendirikan pabrik AMDK pertama ke Tanah Air dengan nama Hygiea. Dalam Building Practice in the Dutch East Indies (2023), disebutkan nama ini diambil dari mitologi Yunani Kuno tentang dewa pemberi kesehatan. Sementara di dalam kalangan pribumi, produk-produk itu dikenal sebagai “air Belanda.”
Sebagai barang pertama, Hygiea tampil sebagai solusi modern berbasis kebersihan. Menurut koran Soerabaijasch Handelsblad (8 Desember 1903), pabrik Hygiea pada Semarang digambarkan sebagai pabrik besar dengan sanitasi terbaik pada masanya.
“Pabrik yang dimaksud sangat terang lalu bersih. Lantainya terbuat dari ubin wadah Eropa, sementara dindingnya dilapisi ubin mengkilap yang digunakan tak mengalami perawatan intensif dengan sabun lalu air,” tulis koran Soerabaijasch Handelsblad (8 Desember 1903).
Proses sterilisasi botol pun mutakhir. Botol dibilas pada tangki besar berisi air panas, dicuci, kemudian dikeringkan hingga steril sebelum diisi air. Soal sumber air, Hygiea menggunakan air tanah dari sumur artesis.
“Air ketika ini dipompa dari reservoir utama sumur artesis, yang terletak sekitar 300 meter dari pabrik. Air artesis dikenal bebas kuman, tidaklah seperti air ke mata air, yang dimaksud jarang terjadi,” tulis Soerabaijasch Handelsblad (8 Desember 1903).
Agar permanen higienis, air dialirkan melalui pipa juga didinginkan hingga 10°C sebelum masuk mesin bertekanan. Selain air mineral, Hygiea juga memproduksi air soda. Prosesnya seperti air mineral. Hanya saja, sebelum dimasukkan ke botol, air melintasi tahapan penambahan gas karbon dioksida. Pabrikan mengklaim mampu memproduksi 800 botol per jam.
Dengan teknologi tersebut, Hygiea berubah menjadi hasil air minum paling higienis di dalam Hindia Belanda. Di luar produksi, Tillema juga menggelontorkan biaya besar untuk promosi. Mulai dari pemasangan iklan di koran hingga penyebaran selebaran dalam Batavia, Semarang, Surabaya, hingga Riau.
Menurut koran De locomotief (7 Oktober 1903), satu botol Hygiea dijual 0,25 gulden. Strategi ini kemudian berhasil menciptakan lingkungan ekonomi baru. Orang Eropa serta pribumi elite menjadikan Hygiea sebagai pilihan utama.
Selain meraup keuntungan, Hygiea turut meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Di Semarang, perkara malaria turun seiring peningkatan akses air bersih. Banyak penduduk sakit kembali sehat. Berkat kesuksesan ini, Tillema diangkat menjadi anggota majelis di Semarang.
Setelah Indonesia merdeka, Hygiea tak lagi beroperasi. Meski demikian, langkah Tillema telah terjadi menjadi fondasi penting bagi perkembangan bidang AMDK nasional yang dimaksud pada masa kini bertransformasi berubah menjadi salah satu sektor terbesar pada Tanah Air. Tentu saja, produksi AMDK sekarang berbeda dengan zaman banyak tahun lalu.
Next Article Berkat Belajar pada RI, Sosok Ini adalah Terwujud Jadi PSK Terkaya pada Eropa



