Jeritan dari Garis Depan: Diler Mobil China Dikorbankan Pabrikan pada Perang Harga Berdarah

CHINA – Di balik gemerlap bilangan pelanggan mobil listrik China yang tersebut membanjiri dunia, tersimpan sebuah jeritan putus asa dari garis depan. Para diler mobil pada seluruh negeri pada masa kini berada dalam ambang kehancuran, menjadi tumbal pada konflik nilai brutal yang dimaksud dikobarkan oleh para pabrikan raksasa.
Kamar Dagang Diler Mobil China (China Auto Dealers Chamber of Commerce) secara terbuka memohon agar para pabrikan berhenti “membuang” stok mobil yang tak terkendali ke gerai mereka. Hal ini tidak lagi sekadar kompetisi, tapi praktik mencekik yang tersebut menyokong para diler ke jurang kebangkrutan.
Permohonan ini muncul setelahnya kondisi para diler menjadi “semakin parah” akibat putaran baru diskon gila-gilaan yang dimulai sejak kuartal kedua tahun ini. Mereka memohonkan agar pabrikan menetapkan target produksi kemudian transaksi jual beli yang tersebut masuk akal, lalu berhenti memaksa diler untuk menimbun mobil yang dimaksud sulit terjual.
Korban Pertama Telah Berjatuhan
Jeritan ini bukanlah tanpa bukti. Pekan lalu, sebuah jaringan diler besar mobil BYD pada provinsi Shandong dilaporkan gulung tikar. Setidaknya 20 gerai merekan ditemukan kosong melompong atau ditutup. Sebuah pemandangan tragis yang menjadi simbol dari krisis yang lebih besar luas.
Kondisi ini dipicu oleh langkah agresif dari para pabrikan. BYD, misalnya, baru-baru ini membanting harga jual model termurahnya, Seagull, lebih banyak dari 22%, dari nilai tukar mendekati USD10.000 menjadi cuma 55.800 yuan (sekitar Mata Uang Rupiah 125 jutaan).
Langkah ini, menurut para analis, adalah sinyal dari sebuah “titik kritis”, di dalam mana para pemain yang tersebut lebih banyak lemah—dalam hal ini para diler—tidak akan mampu lagi menanggung kerugian dari spiral nilai tukar yang mana terus menurun.
Buah Pahit dari ‘Kapasitas Berlebih’
Di balik pertempuran nilai tukar ini, ada sebuah hambatan yang lebih tinggi fundamental. Model perekonomian China, dengan subsidi negara yang tersebut masif ke sektor-sektor kunci seperti kendaraan listrik, telah dilakukan menciptakan “investasi berlebih serta kapasitas berlebih”.