Blog

Diskursus Kebijakan Pembinaan Karakter pada Barak Militer

JAKARTAHendarman
Analis Kebijakan Ahli Utama pada Kemendikdasmen/Dosen Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan

Gubernur Provinsi Jawa Barat ternyata bukanlah omon-omon dengan pernyataannya lantaran pembinaan anak-anak nakal pada barak militer sudah ada diimplementasikan. Pembinaan yang dimaksud merupakan perwujudan dari langkah kedelapan Surat Edaran Gubernur Provinsi Jawa Barat Nomor: 43/PK.03.04/Kesra tentang 9 Langkah Pembangunan Pendidikan Jawa Barat Menuju Terwujudnya Gapura Panca Waluya.

Langkah ke delapan yang disebutkan yaitu bagi kontestan didik yang tersebut miliki perilaku khusus, yang tersebut banyak terlibat tawuran, main game, merokok, mabuk, balapan motor, menggunakan knalpot brong serta perilaku tiada terpuji lainnya, akan dijalankan pembinaan khusus, pasca mendapatkan persetujuan dari orang tua, melalui pola kerja sebanding antara pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Barat, pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota dengan Jajaran TNI lalu Polri.

Di lingkungan akademisi, praktisi dan juga warga masih semata muncul diskursus terkait kebijakan kontroversial Gubernur yang mana dikenal sebagai KDM (Kang Dedi Mulyadi). Pertama menyangkut legalitas kebijakan oleh sebab itu cuma berbentuk surat edaran (SE). Apakah surat edaran (SE) miliki kekuatan hukum yang tersebut sah untuk dihadiri oleh oleh target yang ditulis pada surat edaran tersebut? SE yang disebutkan ditujukan terhadap Bupati/Wali Perkotaan se-Jawa Barat, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, kemudian Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat.

Kedua menyangkut sumber anggaran untuk mengirimkan anak-anak nakal ke barak tentara pada jangka waktu 30 hari kalender. Apalagi Presiden sudah pernah memerintahkan kementerian, lembaga, juga kepala tempat untuk melakukan efisiensi anggaran di pelaksanaan APBN (Anggaran Pendapatan kemudian Belanja Negara) dan juga Anggaran Pendapatan juga Belanja Daerah (APBD) 2025.

Surat Edaran (SE)
Dari berbagai sumber terungkap bahwa SE ternyata mempunyai kedudukan yang tersebut tiada sejenis dengan peraturan perundang-undangan di hierarki hukum Indonesia. SE bukan termasuk di hierarki atau tata ururan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Pada Pasal 7 ayat (1) disebutkan bahwa urutannya adalah (a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, (b) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat, (c) Undang-Undang/Peraturan eksekutif Pengganti Undang-Undang, (d) Peraturan Pemerintah, (e) Peraturan Presiden, (f) Peraturan Daerah Provinsi; serta (g) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Jelas bahwa SE bukan bersifat mengikat secara umum juga bukan dapat dijadikan dasar hukum untuk menganulir peraturan perundang-undangan yang mana tambahan tinggi. SE juga bukan mengatur sanksi dikarenakan bukanlah merupakan norma hukum. Artinya, pelanggaran terhadapnya tidaklah dapat diproses secara hukum. Diitnjau dari sisi batas penerapan maka SE biasanya hanya saja berlaku pada lingkungan instansi yang dimaksud menerbitkannya lalu tidak ada mengikat pihak lain.

Yang menarik adalah SE lebih tinggi bersifat sebagai petunjuk teknis (juknis) atau penjelasan terhadap peraturan yang digunakan sudah ada ada, Artinya, surat edaran dapat difungsikan untuk kepentingan sebagai petunjuk teknis, interpretasi, sosialisasi juga koordinasi internal. Petunjuk teknis yaitu memberikan penjelasan kemudian petunjuk teknis di penyelenggaraan suatu peraturan. Jadi harus ada peraturan pada atasnya. Interpretasi menjelaskan makna atau interpretasi suatu peraturan. Sosialisasi yaitu menyosialisasikan kebijakan atau aturan baru terhadap rakyat atau pihak terkait. Sedangkan koordinasi internal yaitu membantu koordinasi antar unit kerja pada lingkungan pemerintahan

Namun, ada pendapat yang tersebut mengungkapkan bahwa penerbitan SE dapat disebabkan adanya beberapa faktor. Pertama, hanya saja diterbitkan akibat keadaan mendesak. Kedua, ada peraturan terkait yang tersebut tidak ada jelas yang mana butuh ditafsirkan. Ketiga, substansi tiada bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Keempat, dapat dipertanggungjawabkan secara moral dengan prinsip-prinsip pemerintahan yang dimaksud baik.

Apakah KDM menerbitkan SE yang disebutkan sebab menganggap bahwa begitu tingginya bilangan kenakalan anak-anak sekolah di dalam Jawa Barat sebagai sesuatu yang tersebut diasumsikan sebagai “kegentingan” yang tersebut dapat berdampak mengganggu ketertiban umum juga masyarakat? Apakah KDM berasumsi bahwa apabila tidaklah segera diambil terobosan tertentu justru akan menjadi permasalahan yang mana berkepanjangan serta menjadi wabah atau virus yang dimaksud semakin sulit ditangani?

Related Articles

Back to top button