Blog

Harga Komoditas Bakal Ambruk 2026, Bank Bumi Minta Hapus Subsidi APBN

Jakarta – Bank Bumi atau World Bank memperkirakan harga-harga komoditas global akan merosot tajam pada 2026, dipicu oleh produksi yang melimpah dalam sedang ketidakpastian kegiatan ekonomi yang dimaksud membesar akibat kebijakan peperangan dagang kemudian konflik bersenjata ke bervariasi wilayah yang dimaksud memperlemah pertumbuhan.

Berdasarkan laporan terbaru di Commodity Markets Outlook edisi Oktober 2025, Bank Global memperkirakan nilai komoditas energi akan turun 10,2% pada 2026 melanjutkan kontraksi pada 2025 sebesar minus 12,4%. Sementara itu, komoditas non energi minus 1,6% terpencil lebih banyak pada dari level 2025 yang digunakan masih bertambah 1,8%.

Kepala Ekonom Grup Bank Global Indermit Gill menjelaskan, turunnya nilai tukar energi membantu meredakan naiknya harga global, sementara biaya non energi, seperti untuk komoditas beras lalu gandum yang tersebut tambahan rendah sudah pernah membantu menghasilkan pangan lebih besar terjangkau di dalam beberapa negara berkembang.

“Pasar komoditas membantu menstabilkan sektor ekonomi global,” kata Indermit Gill dikutipkan dari siaran pers, Kamis (30/10/2025).

Meskipun berlangsung penurunan, nilai komoditas permanen berada pada menghadapi level sebelum pandemi, dengan nilai tukar pada tahun 2025 serta 2026 diproyeksikan per individu 23% lalu 14% lebih banyak membesar dibandingkan tahun 2019.

Di sisi lain, Bank Bumi menegaskan penurunan harga-harga komoditas ketika ini telah sepatutnya bermetamorfosis menjadi waktu berbenah bagi pemerintah untuk melakukan pembenahan status fiskal, mempersiapkan perekonomian untuk menyokong bisnis, kemudian mempercepat aktivitas perdagangan dan juga investasi.

“Penurunan biaya energi sudah berkontribusi pada penurunan kenaikan harga biaya konsumen global. Namun, jeda ini bukan akan bertahan lama. pemerintahan harus memanfaatkannya untuk membenahi keadaan fiskal, mempersiapkan perekonomian untuk berbisnis, lalu mempercepat perdagangan lalu investasi,” ucap Indermit.

Untuk komoditas energi yang dimaksud berpotensi ambruk, misalnya terdiri dari harga jual minyak mentah dunia. Harga minyak mentah Brent acuan Bank Bumi perkirakan akan turun dari rata-rata US$$ 68 pada 2025 berubah menjadi US$ 60 pada 2026, level terendah pada lima tahun.

Batu bara juga merekan perkirakan akan mengalami kontraksi 6,5% pada 2026, dari biaya US$ 107 rata-rata pada 2025, yang dimaksud sebetulnya telah turun 21,4% jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, berubah jadi US$ 100.

Untuk komoditas non energi dari sisi makanan, seperti beras, harganya Bank Planet ramal masih akan ambruk 1,2% pada 2026 dari US$ 406 berubah menjadi US$ 401, melanjutkan kejatuhan pada pada 2025 yang dimaksud terkontraksi minus 31%.

Sedangkan nilai tukar kopi Arabika mengalami penurunan pada hingga minus 12,7% dari US$ 8,30 per kilogram menjadi US$ 7,25 per kilogram, jatuh pada pasca kenaikan harganya yang dimaksud amat lebih tinggi pada 2025 hingga 47,6%.

Bank Planet pun memperkirakan nilai pupuk akan turun 5% pada 2026 setelahnya sebelumnya pada 2025 melonjak 21% yang mana menimbulkan biaya input yang digunakan lebih banyak lebih tinggi juga akibat pembatasan perdagangan.

Adapun untuk logam mulia, yang mana telah dilakukan mencapai rekor tertinggi pada 2025, didorong oleh permintaan aset safe haven serta pembelian obligasi bank sentral yang berkelanjutan, diperkirakan harganya masih akan naik pada 2026.

Harga emas diperkirakan akan melanjutkan kenaikan dari sikap 2025 yang digunakan sudah ada meroket 42%, berlanjut naik 5% pada 2026, sehingga nilai tukar emas hampir dua kali lipat dari rata-rata 2015-2019. Harga perak juga diperkirakan akan mencapai rekor rata-rata tahunan pada 2025, naik sebesar 34% lalu 8% lagi pada 2026.

Bank Planet juga mewanti-wanti tarif komoditas dapat turun lebih besar dari yang mana diperkirakan selama periode perkiraan apabila perkembangan global permanen lesu di sedang ketegangan perdagangan yang berkepanjangan lalu ketidakpastian kebijakan.

Produksi minyak OPEC+ yang digunakan lebih besar besar dari perkiraan dapat memperdalam kelebihan pasokan minyak kemudian memberikan tekanan tambahan pada biaya energi. Penjualan kendaraan listrik, yang diperkirakan akan meningkat tajam pada tahun 2030, dapat semakin menekan permintaan minyak.

Di sisi lain, ketegangan dan juga konflik geopolitik dapat menyokong biaya minyak lebih tinggi membesar lalu meningkatkan permintaan komoditas safe haven seperti emas kemudian perak. Dalam perkara minyak, dampak bursa dari sanksi tambahan juga dapat mengupayakan nilai di dalam menghadapi perkiraan dasar.

Cuaca ekstrem akibat siklus La NiƱa yang tersebut lebih tinggi kuat dari perkiraan dapat mengganggu hasil pertanian dan juga meningkatkan permintaan listrik untuk pemanas kemudian pendingin, sehingga semakin menekan nilai pangan dan juga energi.

Sementara itu, pesatnya perkembangan kecerdasan buatan (AI) juga meningkatnya permintaan listrik untuk pusat data dapat meningkatkan nilai energi juga logam dasar seperti aluminium kemudian tembaga, yang penting bagi infrastruktur AI.

“Harga minyak yang mana tambahan rendah memberikan potensi tepat waktu bagi negara-negara berprogres untuk memajukan reformasi fiskal yang mengupayakan perkembangan juga penciptaan lapangan kerja,” ujar Ayhan Kose, Wakil Kepala Ekonom Bank Planet juga Direktur Prospects Group.

Di sedang status ambruknya harga-harga komoditas seperti minyak mentah, batu bara, hingga pupuk itu, Bank Bumi menyarankan supaya negara-negara menerapkan penghapusan subsidi materi bakar yang mana mahal ke APBN untuk dialihkan ke penyelenggaraan infrastruktur juga sumber daya manusia.

“Serta ke bidang-bidang yang menciptakan lapangan kerja juga menguatkan produktivitas jangka panjang. Reformasi semacam itu akan membantu mengalihkan pengeluaran dari konsumsi ke investasi, memulai pembangunan kembali ruang fiskal sekaligus membantu penciptaan lapangan kerja yang tambahan berkelanjutan.” tutur Ayhan.

 

Related Articles

Back to top button