DPR Tanggapi Keputusan Purbaya Tak Naikkan Tarif Cukai Rokok 2026

Jakarta – Komisi XI DPR mengupayakan reformasi total lapangan usaha hasil tembakau pasca Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengumumkan kebijakan cukai hasil tembakau atau CHT tak naik pada 2026.
Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun mulanya mengapresiasi kebijakan Purbaya itu. Ia mengganggap tindakan itu menandakan Purbaya menyadari permasalahan fundamental permasalahan CHT selama ini yang tersebut berdampak pada iklim usaha IHT.
Seperti diketahui IHT mengalami berubah-ubah tekanan, mulai dari penurunan produksi hingga maraknya peredaran rokok ilegal.
“Ini artinya Pak Purbaya menunjukkan bahwa ia mulai mengerti permasalahan fundamental ke persoalan cukai hasil tembakau ini,” kata Misbakhun untuk CNBC Indonesia, Hari Sabtu (27/9/2025).
Dengan tindakan ini, Misbakhun berpendapat, Purbaya setelahnya menahan tarif CHT 2025 juga harus mulai mengkaji ulang seluruh kerangka aturan yang mengenai tarif CHT, seperti besaran tarif, bentuk tarif, penggolongan, klasifikasi, kemudian yang digunakan berkaitan dengan pembayaran ke depan, hingga cara penebusan cukai,
“Termasuk penting dievaluasi total terhadap izin-izin yang berkaitan dengan tata cara mendapatkan CHT untuk pengusaha-pengusaha kecil, masyarakat-masyarakat UMKM yang tersebut selama ini menggantungkan hidupnya pada sektor hasil tembakau,” tegas Misbakhun.
Ia menambahkan, untuk mengupayakan pemulihan iklim usaha IHT, pemerintah kata Misbakhun juga harus mulai mengajarkan pabrik-pabrik rokok kecil untuk membeli tembakau dari petani lokal, sampai ke tahap membeli cukai yang resmi, dengan aturan yang dimaksud resmi serta dengan alokasi cukai yang memadai.
“Selama ini rokok-rokok kecil itu kerap mengeluh dan juga mengadukan kesulitan untuk mendapatkan pita cukai untuk pabrik mereka, untuk usaha-usaha mereka, makanya merekan kecenderungannya untuk melakukan aktivitas rokok ilegal,” tegas Misbakhun.
“Kalau klasifikasi ini dibuka untuk rakyat, bisa saja mendapatkan akses CHT maka saya yakin negara akan makin berbagai kesempatannya menerima CHT,” ungkapnya.
Pernyataan mirip disampaikan Wakil Ketua Komisi XI DPR Hanif Dhakiri. Ia juga tambahan dulu mengapresiasi langkah Purbaya untuk tidaklah meningkatkan tarif CHT 2026. Menurutnya, langkah menteri keuangan telah tepat untuk memberi kepastian bisnis IHT yang mana selama ini masih tertekan.
“Dengan langkah ini, menkeu memberi kepastian usaha bagi IHT sekaligus menunjukkan keberpihakan terhadap jutaan buruh kemudian petani tembakau yang dimaksud sangat bergantung pada stabilitas kebijakan ini,” ucapnya.
Hanif menekankan, Komisi XI memperkuat penuh langkah tersebut, lantaran IHT tidak hanya sekali penyumbang signifikan penerimaan negara, tetapi juga penopang lapangan kerja padat karya.
“Dengan bukan adanya kenaikan tarif, tekanan terhadap pekerja, petani kecil, kemudian rakyat luas dapat diminimalkan, sementara bidang mempunyai ruang lebih besar besar untuk bertahan juga berinvestasi, paparnya.
Ke depan, Hanif memastikan, Komisi XI DPR turut memacu agar kebijakan CHT diperkuat dengan pengawasan rokok ilegal, pengembangan kawasan bidang hasil tembakau, juga optimalisasi dana bagi hasil atau DBH CHT.
“Dengan begitu, penerimaan negara masih terjaga, stabilitas fiskal terlindungi, lalu kepentingan kerakyatan di sektor hasil tembakau semakin terjamin,” tutur Hanif.
Sebagaimana diketahui, tarif cukai rokok memang sebenarnya selalu mengalami kenaikan beberapa tahun terakhir, walaupun adanya kebijakan tahun jamak pada 2023-2024 kemudian tak ada kenaikan tarif pada 2025. Namun, kebijakan CHT selama ini semakin menekan aktivitas produksi hingga mengganggu iklim usaha dan juga ketenagakerjaan di dalam sektor itu.
Berdasarkan data Ditjen Bea Cukai, pada 2022 pada waktu tarif cukai naik 12%, penerimaan cukai hasil tembakau mencapai Rupiah 218,3 triliun dengan produksi 323,9 miliar batang.
Sementara pada 2023 produksi turun berubah jadi 318,1 miliar batang yang digunakan menyebabkan penerimaan cukai hasil tembakau berubah menjadi Rupiah 213,5 triliun dengan kenaikan tarif 10%.
Pada 2024, produksi makin menurunkan berubah menjadi 317,4 miliar batang, namun penerimaan meningkat berubah jadi Rupiah 216.9 triliun dengan kenaikan tarif dipertahankan permanen sebesar 10%.
(arj/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ojol Curhat ke DPR: Sudah Dipotong, Harus Bayar Demi Dapat Order
Sumber: Cnbc