Rahasia Satelit Bertahan Mengorbit pada Angkasa Terungkap, Ternyata Ini adalah

Jakarta – Satelit sekarang menjadi bagian tak terpisahkan dari hidup modern, mulai dari komunikasi, prakiraan cuaca, hingga pemantauan lingkungan. Namun, berbagai yang tersebut belum mengerti akan bagaimana satelit mampu bertahan mengorbit ke angkasa.
Peneliti Pusat Investigasi Teknologi Satelit BRIN, Satriya Utama, mengemukakan rahasianya terletak pada kecepatan orbit yang tersebut harus disesuaikan dengan ketinggian.
“Semakin rendah orbit, semakin besar tarikan gravitasi, sehingga satelit harus berpindah tambahan cepat. Sebaliknya, ke orbit tinggi kecepatan yang dibutuhkan lebih banyak rendah,” jelas Satriya pada Pembinaan Dasar Operasi Satelit Low Earth Orbit (LEO) secara daring, dikutipkan Akhir Pekan (28/9/2025).
Sebagai contoh, satelit dalam orbit rendah atau low earth orbit (LEO) sekitar 600 kilometer dari permukaan Bumi harus melaju sekitar 7,56 km/s. Sementara satelit pada orbit geostasioner (GEO) yang mana berada 35.786 km dari Bumi cuma memerlukan kecepatan sekitar 3,075 km/s.
Lebih lanjut, Satriya menyebutkan hukum dasar yang mengatur pergerakan satelit, yaitu Hukum Kepler serta Gravitasi Newton. “Dari hukum ini, lahirlah konsep kecepatan orbit juga kecepatan lepas atau escape velocity,” katanya.
Meski begitu, orbit satelit bukan sepenuhnya stabil. Faktor-faktor seperti hambatan atmosfer tipis di ketinggian rendah juga bentuk Bumi yang tidak ada sempurna mampu mengubah rute satelit secara perlahan.
Selain menjelaskan mekanisme orbit, Satriya juga memaparkan jenis-jenis orbit sesuai keinginan misi satelit. LEO, misalnya, cocok untuk satelit penginderaan sangat jauh sebab mempunyai periode orbit 90-100 menit. MEO sejumlah digunakan untuk sistem navigasi GPS, sedangkan GEO dipakai untuk komunikasi dan juga siaran langsung. Ada pula orbit sinkron Matahari (SSO) yang dimaksud ideal untuk penginderaan jarak jauh dengan pencahayaan konsisten.
Saat ini, satelit buatan Nusantara beroperasi di orbit LEO. Namun, keterbatasan waktu kontak dengan stasiun bumi hanya saja 10-15 menit per jalur memproduksi akses data terbatas.
“Waktu singkat ini harus dimanfaatkan untuk mengunduh data juga mengunggah perintah. Solusi melanjutkan akses data yang disebutkan adalah dengan memperbanyak ground station,” ujar Satriya.
Indonesia sendiri memiliki empat stasiun bumi, yakni di dalam Tabing (Sumatra Barat), Parepare (Sulawesi Selatan), Biak (Papua), juga Rancabungur (Bogor) yang dimaksud berfungsi sebagai pusat kendali.
(tfa/wur)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article China Luncurkan ‘Senjata’ Terbaru, Bakal Ungguli Negeri Paman Sam lalu Kuasai Dunia
Sumber: Cnbc