TEKNOLOGI

Nabi Musa Bisa Membelah Laut Merah, Begini Keterangan Ilmiahnya

Jakarta – Kisah Nabi Musa membelah Laut Merah berubah menjadi salah satu mukjizat paling terkenal di Alkitab. Kejadian yang mana diyakini berlangsung sekitar 3.500 tahun tak lama kemudian itu digambarkan sebagai penyelamatan besar bangsa negeri Israel dari kejaran pasukan Firaun.

Namun, penelitian ilmiah modern mencoba memberi penjelasan berbeda. Mereka bahkan menyebutkan bahwa kejadian yang disebutkan kemungkinan besar cuma tiada membutuhkan campur tangan kuasa Tuhan identik sekali.

Sejumlah ilmuwan meyakini mukjizat yang disebutkan bisa jadi dijelaskan melalui kombinasi cuaca ekstrem serta kondisi geologi yang menguntungkan.

Pemodelan komputer menunjukkan bahwa hembusan angin kencang sekitar 100 km/jam dari arah tertentu mampu membuka jalur selebar 5 kilometer di laut dangkal. Begitu angin mereda, air akan kembali dengan deras menyerupai tsunami, menelan pasukan Firaun yang mengejar.

Carl Drews, oseanografer dari National Center for Atmospheric Research, menjelaskan bahwa fenomena ini merupakan perpaduan antara alam dan juga ketepatan waktu.

Menurut kisah Alkitab, pasca tujuh tulah di dalam Mesir, Musa mengatur bangsa tanah Israel mengundurkan diri dari menuju padang gurun untuk mencari tanah yang dijanjikan.

Namun, merekan tertahan dalam antara pasukan Firaun yang dimaksud mengejar ke satu sisi serta luasnya Laut Merah di sisi lain.

Setelah mengawaitu semalam, Musa dikisahkan mengulurkan tangannya hingga laut terbelah, menciptakan jalur kering dengan dinding air ke kedua sisi.

Peristiwa ini diyakini terjadi pada Teluk Aqaba, salah satu bagian Laut Merah yang mana paling lebar lalu dalam.

Perairan ini miliki lebar hingga 25 km, kedalaman rata-rata 900 meter, lalu titik terdalam hampir 1.850 meter.

Dalam riset arkeologi modern menunjukkan area berbeda. Jika Musa benar-benar menyeberangi bagian dari Laut Merah modern, kemungkinan besar perkembangan itu berlangsung di dalam Teluk Suez.

Perairan panjang juga sempit ini memisahkan Mesir bagian barat dengan Semenanjung Sinai di dalam timur. Lebih penting lagi, Teluk Suez semata-mata miliki kedalaman rata-rata 20-30 meter kemudian dasar yang tersebut relatif datar, sehingga penyeberangan tambahan masuk akal.

Seperti yang digunakan terjadi pada 1789, Napoleon Bonaparte pernah mengatur pasukan berkuda menyeberangi bagian Teluk Suez ketika air surut.

Namun, seperti pasukan Firaun, prajurit Napoleon hampir tersapu di mana pasang setinggi 3 meter mendadak kembali memenuhi jalur itu.

Menurut Dr. Bruce Parker, mantan kepala ilmuwan ke National Oceanic and Atmospheric Administration, Musa sanggup sekadar menggunakan pengetahuannya tentang pasang surut untuk melarikan diri.

“Musa pernah tinggal pada padang gurun sekitar wilayah itu, ia tahu lokasi kafilah menyeberang ketika air surut. Ia juga paham langit waktu malam juga metode kuno untuk memprediksi pasang surut, berdasarkan sikap bulan juga fase purnamanya,” kata Parker di tulisannya pada Wall Street Journal.

Sementara itu, pasukan Firaun yang dimaksud terbiasa dengan Sungai Nil yang digunakan tak berpasang surut, tidak ada mengetahui bahaya itu-hingga akhirnya mereka terdampar sewaktu air pasang kembali dengan cepat.

Bagi beberapa jumlah ilmuwan, penyebutan angin kencang adalah kunci untuk memahami bagaimana Musa menyeberangi Laut Merah.

Profesor Nathan Paldor, pakar oseanografi dari Hebrew University of Jerusalem, menjelaskan di mana angin kuat bertiup ke selatan dari kepala teluk selama sekitar sehari, air terdorong ke laut, sehingga dasar yang digunakan semula terendam berubah menjadi terbuka.

Perhitungan Profesor Paldor menunjukkan bahwa angin berkecepatan 65-70 km/jam dari barat laut dapat membuka jalur bagi bangsa Israel.

Jika angin seperti itu bertiup semalaman, ia dapat memacu air surut hingga 1,6 km, menurunkan permukaan laut sekitar 3 meter, kemudian memungkinkan penduduk menyeberang pada punggungan bawah laut.

Meskipun penjelasan ilmiah terdengar masuk akal, Drews menegaskan bahwa sebagai orang Kristen, ia terus meyakini kisah yang dimaksud sarat dengan keajaiban.

“Bagi saya pribadi, sebagai pribadi Lutheran, saya selalu percaya bahwa iman lalu sains dapat berjalan beriringan. Sudah sepatutnya seseorang ilmuwan menelaah aspek-aspek alamiah dari kisah ini,” ujarnya.

(wur)
[Gambas:Video CNBC] Next Article Ilmuwan Teriak “Kiamat” Bumi, Tandanya Terasa pada Indonesia

Sumber: Cnbc

Related Articles

Back to top button